A.
Konsep Dasar Human Relations
Ciri hakiki HR bukan human dalam bentuk wujud manusia
melainkan dalam makna proses rohaniah yang tertuju kepada kebahagiaan
berdasarkan watak, sifat, perangai, kepribadian, sikap, tingkah laku dan
berbagai aspek kejiwaan lainnya yang terdapat pada diri manusia. Karena itu HR
dapat diartikan sebagai hubungan manusiawi, atau hubungan insani.
Onong – HR
adalah suatu sifat hubungan, dimana orang berkomunikasi tdk seperti orang yang
berkomunikasi biasa, bukan hanya merupakan penyampaian pesan oleh seseorang
kepada orang lain, tetapi hubungan antar orang-orang yang berkomunikasi itu
mengandung unsur-unsur kejiwaan yang sangat mendalam. Human relations adalah hubungan manusiawi, dimana ada keterlibatan
emosi dan kita sama-sama mengerti dan pahami apa yang kita sampaikan, dengan
adanya unsur persuasif.
Jadi, Human relations adalah hubungan antar manusia yang lebih dari sekedar
hubungan manusia, melainkan hubungan manusiawi yang tidak hanya mementingkan
aspek komunikasi, tetapi juga aspek psikologis dan kepuasan.
B.
Ruang Lingkup Human Relations
Pemahaman Umum
Komunikasi persuasif
yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain secara tatap muka dalam segala
situasi dan dalam segala kehidupan sehingga menimbulkan kebahagiaan dan
kepuasan hati
Pemahaman Khusus
Komunikasi
persuasif yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain secara tatap muka
dalam situasi kerja dan dalam organisasi dengan tujuan untuk menggugah
kegairahan dan kegiatan kerja dengan semangat kerjasama yang produktif dengan
perasaan bakhagia dan puas.
C.
Ciri Hakiki Human Relations
1.
Proses rohaniah yang tertuju pada kebahagiaan berdasarkan watak sifat,
perangai, kepribadian, sikap dan tingkah laku menuju suatu kepuasan hati.
2.
Aspek kejiwaan yang terdapat pada manusia.
D.
Prinsip Dalam Human Relations
1.
Pentingnya individu
2.
Saling menerima
3.
Kepentingan bersama
4.
Komunikasi terbuka
5.
Partisipasi pegawai
6.
Identitas setempat
7.
Keputusan setempat, memberi wewenang kepada orang-orang untuk memecahkan
sendiri problem yang tibul ditengah-tengah mereka.
8.
Ukuran moral yang tinggi, pemahaman akan komunikan
E.
Falsafah Human Realtions
Menurut Keith Daris, yaitu :
1.
Kepentingan Bersama, Adanya timbal balik dalam mencapai tujuan yang
direncanakan, adanya kesamaan tujuan.
2.
Perbedaan-perbedaan individu, perbedaan
sifat-sifat rohaniahnya yang membentuk jiwa dan tingkah laku. Perbedaan latar
belakang pendidikan dan pengalaman
3.
Harga diri, mengenal karakter indidvidu yang memperhatikan
moral/etika agar tercapai komunikasi yang harmonis, saling menghargai satu sama
lain.
F.
Konsep Diri
Titik sentral HR adalah manusian dengat tabiat yang
dimilikinya. Ada dua faktor yang menentukan sifat tabiat manusia, yaitu : Faktor
Heredity (Bawaan), Faktor Lingkungan.
Sifat bawaan dapat dipengaruhi oleh lingkungan hidup,
bisa berkembang atau tertahan tapi tdk mematikan.
Dalam perjalanan hidup, seseorang mengalami aktivitas
psikis, fungsi psikis, rasa, intuisi dan pengindraan. Diantara 4 fungsi psikis
tersebut yang pokok adalah pikiran dan perasaan, yang lainnya sebagai pembantu.
Berdasarkan fungsi psikis, ahli jiwa membedakan manusia
menurut arah penilaian/perhatian. Jika perhatian pertama ditujuhkan keluar,
dinamakan tipe ekstrover. Seseorang dengan tipe itu lebih mementingkan
lingkungan daripada dirinya sendiri, orang semacam ini umumnya berhati terbuka,
gembira, ramah, lancar dalam pergaulan dan memancarkan sikap yang hangat. Sedangkan
introver adalah golongan yang perhatiannya terutama diarahkan kedalam
dirinya sendiri. Orang yang bertipe seperti ini biasanya pendiam, egois, suka
merenung, senang mengasingkan diri, dan kurang bisa bergaul. Golongan ketiga
adalah ambiver yaitu dimana ia menggabungkan kedua tipe tersebut,
menyesuaikan sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan yang dihadapinya.
G.
Konsep Kesadaran Diri
·
Konsep diri :
Bagaimana
memandang diri sendiri – berdasarkan karakteristik, sikap pribadi (menilai diri
sendiri), berdasarkan sifat sosial, berdasarkan peran sosial.
·
Self esteemt :
Berpengaruh
pada perilaku. Jika self esteemt kita tinggi kita cenderung merasa kompeten,
sehingga berperilaku secara lebih percaya diri. Orang yang self esteemtnya
lebih tinggi, ia akan lebih mandiri, tegas, percaya diri dan tak mudah
aipersuasif. Sebaliknya, orang yang esteemtnya rendah tidak demikian.
·
Multyph selver : Peran kita dalam hubungan sosial yang
berbeda-beda dengan berbagai orang yang berbeda.
H.
Proses Perkembangan Kesadaran Diri
1. Reflextive self, Adalah, apabila
kita memandang cermin dan kita tidak hanya melihat diri kita, tetapi melihat
diri kita yang dipantulkan oleh cermin yang sedang memandang kita. Jadi,
kesadaran diri dikatakan reflextive self jika bersifat dua arah. (dalam satu
waktu dia memiliki 2 peran, sebagai komunikan dan komunikator).
2. Sosial self, Individu
memperoleh konsep diri melalui interaksi dengan orang lain atau menggunakan
orang lain sebagai kriteria untuk menilai konsep diri kita dalam interkasi, reaksi
orang lain merupakan informasi mengenai diri kita dan kemudian kita menggunakan
informasi tersebut untuk menyimpulkan, mengartikan, dan mengevaluasi konsep
diri kita.
3. Becoming self, Konsep diri tidak
pernah dalam kondisi tetap, melainkan selalu dalam keadaan berubah/berkembang.
Pengertian becoming self ini sekaligus menunjukkan bahwa perubahan konsep diri
tidak terjadi secara mendadak/drastis, melainkan secara gradual melalui
aktivitas sehari-hari.
I.
Persepsi Terhadap Orang Lain
1. Implicit personality Theory
Mengasumsikan orang sebagai
psikolog amatir yang menggunakan perangkat psikologis untuk mempersepsi orang
lain karena pengalaman interaksi dimasa lalu yang telah mengenal berbagai ciri
psikologis/kepribadian yang berbeda dari berbagai orang yang berbeda. Maka
ketika kita berinteraksi dengan orang lain dan mengamati perilakunya kita dapat
megurangi ketidakpastian mengenal diri orang tadi dengan mengevaluasi sesuatu
dengan ciri-ciri psikologis yang telah kita kenal dengan menggunakan Implicit
Personality Theory, berarti berusaha memahami individu tertentu dengan
menempatkan ciri-ciri individu tersebut kedalam suatu kerangka pemahaman.
Intinya adalah “kita
mempelajari orang lain berdasarkan pengalaman masa lalu”
2. Proses Atribusi
Proses intra pribadi yang
menempatkan penyebab/pengendali atas suatu peristiwa kepada seseorang atau
sesuatu, proses persepsi ini menempatkan Locus Of Control kepada seseorang atau
kepada konteks (situasional) sebagai suatu bentuk proteksi kita biasanya
memandang diri kita. Sendiri bdalam pengertian situasional yaitu kita cenderung
menimpahkan/mengarahkan perilaku kita yang tidak disukai kepada situasi bukan
pada diri sendiri. Yaitu kita cenderung mempersepsikan orang lain dalam
pengertian dispositional.
“Jika terjadi sesuatu pada orang
lain dia cenderung menempatkan disproteksi sebagai bentuk kesalahan/diri
sendiri.
3. Response Sets
Mengandung
lompatan penyimpulan dari perilaku orang lain kepada perilaku kita ketika
menanggapinya. Menyadari bahwa kita tidak akan pernah mendapatkan cukup
informasi untuk mengenal orang lain secara utuh. Maka kita menggunakan response
sets untuk melakukan penyimpulan. Pada
proses ini kesalahan mungkin saja terjadi (langsung mengklaim orang lain).
·
Hallo effect, kita meratakan
perilaku orang lain dalam situasi tertentu kepada situasi lain yang sama sekali
kita belum ketahui.
·
Leniency effect (kemurahan hati), Adalah
responsse sets dimana kita membiarkan hubungan kita dengan seseorang
mempengaruhi persepsi kita terhadap orang tersebut. Kita cenderung untuk
mengidealkan teman kita dan sangat toleran dalam menilainya. Karena itu kita
tidak mengerti kenapa banyak orang tidak suka pada teman kita yang kita anggap
nyaris sempurna, begitupun sebaliknya.
J.
Perilaku Terhadap Orang Lain
Untuk dapat berkomunikasi secara efektif kita berharap
dapat mempengaruhi persepsi orang lain terhadap diri kita. Kita inginkan orang
memiliki penilaian yang baik mengenai diri kita memiliki kesan bahwa kita
konsisten dengan tujuan kita berkomunikasi. Ada 4 konsep yang dapat mengarahkan
orang lain untuk memiliki kesan positif, yaitu :
1.
Inpression Management
Memandang komunikasi antar pribadi
sebagai sebuah drama atau sandiwara, ketika kita mengarahkan kesan orang lain
kita menghadirkan diri kita dalam dua bentuk perilaku, yaitu depan dan
belakang.
- Depan mengacu pada bagian diri kita yang dapat diamati
(diatas panggung).
- Belakang mengacu pada perilaku di balik panggung yang
kita lakukan. Sikap ini bisa dikatakan wajar karena yang depan merupakan
situasi sosial sedangkan belakang merupakan situasi pribadi.
“Bagaimana kita bersikap untuk menimbulkan kesan”
2.
Retorical Sensitivity
Menjadi peka terhadap diri
sendiri, peka terhadap situasi, dan terutama peka terhadap orang lain. Ada 5
karakteristik yang menandai orang yang memiliki rhetorical sensitivy.
- Orang yang Rhetorical sensitivy dapat menerima
kompeksitas pribadi, yaitu dapat memahami bahwa setiap individu merupakan
kesatuan dari banyak diri (Multiple selves). Contohnya : saya memiliki peran
sebagai guru, ketika saya berhadapan dengan adik saya dikelas, tentu berbeda
manakala peran saya dirumah sebagai seorang kakak.
- Orang yang Rhetorical Sensitivy menghindari sifat kaku
atau keras dalam berkomunikasi dengan orang lain. Contohnya : ketika saya
menolak maka menolaklah dengan lembut.
- Orang yang RS akan mengimbangkan kepentingan pribadi
dengan kepentingan orang lain.
- Orang yang Rhetorical Sensitivy sadar kapan harus
mengkomunikasikan atau tidak mengkomunikasikan dalam situasi yg berbeda",
melihat kondisi kapan kita harus berkomunikasi kapan kita tidak berkomunikasi.
- Orang yang Rhetorical Sensitivy menyadari bahwa suatu
pesan dapat dikemukakan melalui berbagai cara dan dia dapat menyesuaikan cara
penyampaian pesan kepada partner komunikasi dalam situasi tertentu.
3.
Attributional Responsses
Kita menanggapi dengan cara yang
secara jelas menunjukkan suatu makna tertentu terhadap perilaku orang lain,
setiap tindak komunikasi dalam suatu percakapan dapat menyertakan suatu
ekspresi atau pernyataan atribut melalui penilaian terhadap makna perilaku
orang lain. Atribut dapat diterapkan sebaga strategi percakapan.
4.
Konfirmasi Antar Pribadi
Merupakan tanggapan atau reaksi
atas perilaku orang lain. Dalam menanggapinya kita memilki 3 alternatif, yaitu
KONFIRMASI (kita menerima identifikasi diri orang lain seperti yang ditampilkan
dihadapan kita) , MENOLAK (kita mengakui keberadaan orang tersebut namun
menyangkal defenisi diri yang dia tampilkan), atau DISKONFIRMASI (lebih jauh
dari sekedar penolakan, kita mendiskonfirmasi penampilan orang lain kita sepenuhnya
mengabaikan pesan orang lain dan menanggapinya tidak pernah diucapkan).
K.
Motivasi Dalam Human Relations
kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) Motivasi
adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar
untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motif
itu adalah sesuatu yang
ada dalam diri seseorang yang mendorong orang tersebiut untuk bersikap dan
bertindak guna mencapai tujuan tertentu.
Motivasi
ketika dihubungan dengan praktek human relations mengarah pada 2 hal yaitu pertama, bagaimana memotivasikan, dan yang kedua bagaimana hingga
termotivasikan. Hal yang pertama lebih kepada komunikator sebgai subjek
pemberi pesan, dalam hal ini kita berbicara cara dan pilihan-pilihan apa yang
bisa memotivasi komunikan. Sedangkan yang kedua, kita lebih berbicara pada
tataran teoritis terjadinya motivasi dalam diri manusia.
kunci segala
aktivitas human relations adalah motivasi, dimana kita semua telah mengetahui bahwa human relations
merupakan komunikasi persuasif yang selalu mengajak komunikan ke jalan yang
lebih baik dari sebelumnya. Nah, dalam proses pengajakan inilah motivasi
mengambil perannya untuk bagaimana ia mampu membujuk, memberikan semangat untuk
bangkit dari keterpurukan pikiran, hati dan tindakan.
Konsep dasar motivasi human relations adalah bahwa manajer harus dapat menumbuhkan perasaan para
pegawai bahwa mereka memang sangat dibutuhkan oleh suatu kelompok atau organisasi,
mereka harus diyakinkan bahwa mereka merupakan orang-orang penting. Seorang
yang tidak dapat diterima dalam suatu kelompok akan merasa asing, orang
tersebut tidak akan dapat menumbuhkan kerjasama, dan tidak adanya kerjasama
akan mengakibatkan tujuan tidak dapat dicapai. Sebaliknya orang yang bisa
diterima oleh suatu kelompok akan berusaha menunjukkan bahwa mereka adalah
memang benar-benar penting, sehingga akan berusaha bekerja dengan penuh
inisiatif untuk memajukan organisasinya.
L.
Persepsi Interpersonal Dalam Human Relations
bermacam-macam objek
persepsi. Objek persepsi interpersonal adalah manusia. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan, atau persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi. Persepsi, seperti juga sensasi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Faktor lainnya yang memengaruhi persepsi, yakni perhatian.
Persepi
interpersonal didefinisikan sebagai "memberikan makna terhadap
stimuli inderawi yang berasal dari seseorang(komunikan), yang berupa pesan
verbal dan nonverbal"[1]
Persepsi Interpersonal didefinisikan sebagai "memberikan
makna terhadap stimuli inderawi yang berasal dari seseorang(komunikan), yang
berupa pesan verbal dan nonverbal". Dan orang lain pun hidup
dalam persepsi kita.
Kecermatan persepsi interpersonal
bukan hanya berpengaruh pada komunikasi interpersonal, tetapi juga pada
hubungan interpersonal. Kualitas komunikasi interpersonal kita akan lebih
didukung dengan kecermatan persepsi. Pada bagian ini kita justru tidak membahas
tentang proses persepsi itu sendiri malainkan faktor-faktor personal yang
mempengaruhi kecermatan persepsi.
M.
Human Relations Dan Persuasif
Persuasif adalah komunikasi yang bertujuan
untuk mengubah atau memengaruhi kepercayaan, sikap, dan perilaku seseorang
sehingga bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator. Pada umumnya
sikap-sikap individu/ kelompok yang hendak dipengaruhi ini terdiri dari tiga
komponen:
·
Konatif, perilaku
yang sudah sampai tahap hingga individu melakukan sesuatu (perbuatan) terhadap
objek.
Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan agar komunikasi kita menjadi persuasif atau bisa
mempengaruhi orang lain :
1. Komunikator.
Komunikator
atau sumber adalah orang-orang yang akan mengkomunikasikan suatu pesan kepada
orang lain. Agar komunikasi yang dilakukan oleh komunikator menjadi persuasif,
maka komunikator harus mempunyai kredibilitas yang tinggi. Yang dimaksud dengan
kredibel disini adalah komunikator yang mempunyai pengetahuan, terutama tentang
apa yang disampaikannya.
2.
Pesan
Pesan
adalah hal-hal yang disampaikan oleh pengirim kepada penerima, yang bertujuan
agar komunikan melakukan hal-hal yang disampaikan dalam pesan tersebut. Sama
halnya dengan sumber atau komunikator, pesan juga sangat berpengaruh terhadap
persuasif tidaknya komunikasi yang kita lakukan. Dalam mengembangkan pesan, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan. Di antaranya, lugas. Artinya,
pesan tidak bertele-tele dan dilakukan pengulangan kata-kata tertentu yang
dianggap perlu. Konsisten,
artinya semua pesan harus terkait dengan tema yang akan disampaikan dan saling
mendukung antara satu pesan dengan pesan lainnya. Nada dan daya tarik,
ini berkaitan dengan style
komunikator tadi. Ketika komunikator menyampaikan pesan sedih,
tentu disesuaikan dengan nada suaranya dan lain sebagainya. Bertanggungjawab,
dalam hal ini sumber pesan yang dapat dipercaya akan berpengaruh pada diterima
atau tidaknya pesan yang disampaikan.
3.
Saluran
Saluran
adalah media atau sarana yang digunakan supaya pesan dapat disampaikan oleh
sumber kepada si penerima. Supaya komunikasi bisa persuasif, maka media atau
saluran yang digunakan harus tepat. Saluran atau media harus mempertimbangkan
karakteristik kelompok sasaran, baik budaya, bahasa, kebiasaan, maupun tingkat
pendidikan, dan lain-lain. Mengenali siapa yang ingin kita jangkau dapat
membantu kita dalam mengembangkan pesan yang sesuai. Kalau dihubungkan dengan social mapping, maka
pemetaan budaya sangat berarti disini.
4.
Penerima
Penerima adalah
orang-orang yang menerima pesan dari komunikator, yang biasa disebut dengan
komunikan. Dalam berkomunikasi, khalayak sasaran/komunikan juga perlu menjadi
perhatian. Bagaimana karakteristik kelompok sasaran, baik budaya, bahasa,
kebiasaan, maupun tingkat pendidikan, dan lain-lain, sangat dibutuhkan dalam memformulasikan
pesan yang akan disampaikan. Ketika kita berkomunikasi dengan masyarakat kelas
bawah, maka bahasa yang digunakan harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan
masyarakat, jangan sampai kita menggunakan kata-kata yang tidak dimengerti oleh
masyarakat, seperti transparansi,
akuntabilitas,
fleksibel, dan
sebagainya.
Teknik-Teknik
Human Relations dan Persuasif
·
Teknik Human Relations
Dalam derajat intensitas
yang tinggi, hubungan manusiawi dilakukan untuk menyembuhkan orang yang
menderita frustasi. Frustasi timbul pada diri seseorang akibat suatu masalah
yang tidak dapat dipecahkan olehnya. Dalam kehidupan sehari-hari siapa pun akan
menjumpai masalah: ada yang mudah dipecahkan, ada yang sukar. Akan tetapi
masalah yang bagaimanapun akan diusahakan supaya hilang. Orang tidak akan
membiarkan dirinya digumuli masalah. Dan masalah orang yang satu tidak sama
dengan masalah orang lain. Sakit, tidak lulus ujian, lamaran pekerjaan tidak
diterima, mobil rusak, istri menyeleweng, anak morfinis, tidak mampu
menyelesaikan tugas, permohonan tidak diterima, dan lain-lain itu semua bisa
menyebabkan seseorang frustasi.Orang yang menderita frustasi dapat dilihat dari
tingkah lakunya: ada yang merenung murung, lunglai tak berdaya, putus asa,
mengasingkan diri, mencari dalih untuk menutupi kemampuannya, mencari
kompensasi, berfantasi, atau bertingkah laku kekanak-kanakan. Yang lebih parah
bagi seseorang ialah apabila frustasinya disertai agresi sehingga tingkah
lakunya menjadi agresif. Ia mengambinghitamkan orang lain, menyebarkan fitnah,
merusak benda, bahkan menyerang orang, baik dengan kata-kata yang menyakitkan
maupun dengan tinju.Apabila frustasi itu diderita oleh karyawan, apalagi jika
jumlahnya banyak ini akan mengganggu jalannya organisasi akan menjadi rintangan
bagi tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi. Tidaklah bijaksana jika
seorang pemimpin menangani pegawai yang frustasi dengan tindakan kekerasan. Di
sinilah pentingnya peranan hubungan manusiawi. Dia harus membawa penderita dari
problem situation kepada problem solving behaviour.
Dalam
kegiatan hubungan manusiawi ada cara untuk teknik yang bisa digunakan untuk
membantu mereka yang menderita frustasi yakni apa yang disebut counseling
(karena tidak ada perkataan bahasa Indonesia yang tepat, dapat di-Indonesia-kan
menjadi konseling). Yang bertindak sebagai konselor (counselor) bisa pemimpin
organisasi, kepala humas, atau kepala-kepala lainnya (kepala bagian, seksi, dan
lain-lain).Tujuan konseling ialah membantu konseli (counselee), yakni karyawan
yang menghadapi masalah atau yang menderita frustasi, untuk memecahkan
masalahnya sendiri atau mengusahakan terciptanya suasana yang menimbulkan
keberanian untuk memecahkan masalahnya. Ini
tidak berarti bahwa konselor memberikan arah yang khusus untuk dituruti oleh
konseli. Konselor hanya memberikan nasihat. Konseli sendiri yang harus
mengambil kesimpulan dan keputusan berdasarkan jalan yang dipilihnya sendiri.
Jadi konselor membantu konseli memperoleh pengertian tentang masalahnya. Selama
masalahnya belum dimengerti dengan jelas untuk dihadapinya dengan jujur, tidak
akan dapat diambil langkah-langkah pemecahannya. Aspek ini menyangkut perasaan.
Konselor akan berhasil apabila ia memahami benar-benar frame of reference
konseli: pengalamannya, taraf pengetahuannya, agamanya, pandangan hidupnya, dan
sebagainya.
·
Teknik Persuasif
1. Cognitif Dissonance (bertentangan). Teori
ini melihat gejala-gejala hidup manusia. Sering manusia melakukan sesuatu
brtentangan dengan keyakinan atau hati
nuraninya sendiri. Komunikan yang seperti itu akan lebih cepat menerima
komunikasi persuasif yang seolah-olah
membenarkan perilakunya meskipun hati nuraninya sendiri tetap tidak dapat
membenarkan.
2. Pay of Idea and Fear Arousing. Pay of Idea
yaitu usaha persuasif terhadap seseorang atau orang banyak dengan memberi
hadiah atau reward atau harapan lebih banyak. Adapun Fear Arousing yaitu
penyampaian pesan dengan menimbulkan rasa takut kepada khalayak.
3. Empathy. Pembentukan pribadi
khalayak, suatu sikap memproyeksikan diri pada orang lain. Proses empatinya
bertahap yaitu:
v
Membayangkan
diri dalam kedudukan komunikan
v
Membandingkan
sikap komunikator dengan sikap komunikan seandainya ada dalam hal yang tadi.
v
Mengambil
kesimpulan dari sikap komunikan dan membandingkan dengan reaksi khalayak yang
dibayangkan oleh komunikator seandainya dia didalam keadaan komunikan.
4. Packing/ Icing Technique.
Dalam komunikasi persuasif yang berarti suatu komunikasi yang dalam
penyajiannya dibuat sedemikian rupa sehingga sangat menarik. Packing
(membungkus) berarti dalam komunikasi persuasif juga didalam teknik membungkus
pesan sedemikian rupa sehingga komunikan akan lebih tertarik.
5. Red Herring.
Nama ini diambil dari sejenis ikan yang mempunyai gerakan tipuan pada waktu berenang.
Dalam komunikasi persuasif, red herring dipakai sebagai teknik mengelakkan
argumentasi dari bagian-bagian yang lemah di alihkan pada bagian-bagian yang
dikuasai oleh komunikator, dapat pula sebagai upaya untuk mengalihkan pesan
komunikasi kepada suatu topik yang dikehendaki oleh komunikator.
6. Teknik asosiasi. Komunikasi persuasif yang menggunakan teknik ini
menyampaikan suatu gagasan dan jalan menempelkan atau menggabungkan dengan
obyek yang sedang aktual dan menarik.
N.
Konseling Sebagai Teknik Human Relations
konseling adalah proses (sejumlah fenomena
yang menunjukkan perubahan terus-menerus sepanjang waktu) yang melibatkan
tindakan-tindakan beruntun dan berlangsung maju berkelanjutan kearah suatu
tujuan. Sedangkan human relations adalah
Tujuan konseling dalam human
relations dan problem solving secara umum adalah memperbaiki dan mengubah sikap,
persepsi, cara berpikir, keyakinan dan pandangan-pandangan yang irasional dan
ilogis menjadi rasional dan logis agar klien mengembangkan diri, meningkatkan aktualisasinya
seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan efektif yang positif. Sedangkan
secara khusus tujuan konseling adalah self interest= social interest,
self-direction, tolerance, acceptance of uncertainly, flexible, commitment,
scientific thinking, risk thinking, dan self acceptance
Dalam hubungan
manusiawi terdapat dua jenis konseling, bergantung pada
pendekatan (approach) yang dilakukan. Kedua jenis konseling itu ialah directive counseling, yakni
konseling yang langsung terarah, Directive counseling atau
konseling langsung kadang-kadang disebut juga counselor centered approach, yakni konseling
yang pendekatannya berpusat pada konselor. Dalam tehnik konseling seperti ini
aktivitas utama terletak pada konselor. Pertama-tama konselor berusaha agar
terjadi hubungan akrab sehingga konseli menaruh kepercayaan kepadanya.
Selanjutnya ia mengajukan pertanyaan-pertanyan guna mengumpulkan informasi.
Informasi yang diperolehnya itu berusaha memahami masalah yang memberatkan
konseli.
Untuk
mengetahui diagnosis yang tepat, konselor harus memahami fakta yang berhubungan
dengan masalah tersebut. Jika konseli mengemukakan kesulitannya, konselor harus
marasa pasti bahwa itu masalah yang dihadapi oleh konseli, yang menyebabkan ia
menderita frustasi. Konselor harus benar-benar mengerti mengenai informasi yang
di perolehnya sehingga ia dapat melakukan interprestasi. Hanya bila ia mengerti
dan dapat melakukan interpretasi, ia akan dapat memberikakan nasihat dan
sugesti kepada konseli. Syarat sugesti ialah kepercayaan. Konseli akan terkena
sugesti kalau ia menaruh kepercayaan kepada konselor, kalau konselor mempunyai
kelebihan pengalaman dan pengetahuan dari pada konseli, dan apa bila tingkah
laku konselor tidak tercela.
non-directive
counseling, yaitu konseling yang tidak langsung terarah. pendekatan
yang berpusat pada konseli. Jenis ini dapat digunakan oleh konselor yang tidak
memiliki pengetahuan mendalam tantang psikologi.
Dibanding
dengan counselor centered approach conseling yang tradisional itu, counselee
centered approach counseling lebih ampuh dalam membantu seseorang yang
menderita frustasi. Dalam konseling jenis ini, aktivitas utama terletak pada
konseli, sedangkan konselor hanya berusaha agar merasa mudah memimpin dirinya
sendiri. Konseli dibantu untuk merasa dirinya bebas untuk menyatakan isi
hatinya, dan sebagainya. Dalam mengemukakan semua itu ia tidak merasa terpaksa.
Meskipun
dikatakan non-directive, maksud konselor tetap hendak membantu konseli
untuk mendiagnosis gangguan jiwanya dan berusaha menghilangkan motiv-motiv
buruk yang menyebabkan gangguan itu. Konselor berusaha agar konseli mencari
jalan keluar sendiri dari kesukaran-kesukarannya.
Untuk itu konselor menciptakan suasana
psikologis yang memungkinkan adanya saling mengerti, antusiasme, dan sikap
ramah-tamah, suasana yang memungkinkan konseli menyatakan segala pikiran dan
perasaannya. Dalam dialog dari hati ke hati itu konselor mendorong konseli
untuk menyelidiki dirinya lebih dalam. Dengan mencetuskan isi hatinya itu
konseli akan mengoreksi dirinya, mengingat-ingat hal-hal yang pernah
dialaminya, dalam memahami pengalaman-pengalamannya.
Dengan demikian
motif-motif yang konstruktif akan lebih jelas baginya, dan ia merasakan
kebutuhan akan motif-motif tersebut. Berdasarkan motif-motif itu ia akan
memilih dengan bebas secara bertingkah laku yang lebih baik, dan meninggalkan
cara-cara bertingkah laku yang sebelumnya telah mengganggunya.
Dalam tanya
jawab itu, tugas konselor memang tidak mudah. Ia harus menyingkirkan sikap
super atau perasaan diri berpangkat tinggi, lebih pintar, lebih berpengalaman,
dan sebagainya.
Masalah yang
sedang diperbincangkan harus ditinjau dari dasar pihak konseli yang sedang
dibantunya. Konselor harus bersikap empatik, yakni turut merasakan apa yang
sedang di rasakan oleh konseli, ingin membebaskan dia dari ganjalan jiwanya.
Hanya dengan bersikap demikikian pimpinan organisasi atau kepala humas yang
serfungsi sebagai konselor itu akan berhasil dalam tugasnya.
Proses konseling sebagai teknik human relations dan
problem solvingter cermin
dalam tahapan-tahapan tertentu, yakni dengan langkah-langkah:
1.
analisis
Langkah
ini merupakan langkah pengumpulan data atau informasi tentang diri klien
termasuk lingkungannya. Pengumpulan data yang akurat biasanya dilakukan dengan
menggunakan berbagai metode atau teknik utamanya tes psikologis dan dari
berbagai aspek kepribadian klien. Dengan kata lain, pengumpulan data dilakukan
secara integrative dan komprehensif.
2.
sintesis
Pada
langkah ini, yang dilakukan konselor adalah mensintesiskan data mana yang
relevan dan berguna dan yang tidak, dengan keluhan atau gejala yang muncul.
Dalam membuat sintesis, konselor memadukan, menyusun, dan merangkum data yang
telah ada untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang keadaan diri individu
klien.
3.
diagnosi
Pada
langkah ini konselor menetapkan atau merumuskan kesimpulan tentang masalah
klien serta latar belakang atau sebab-sebabnya. Secara rinci yang
dilakukan konselor, adalah:
·
Melakukan
identifikasi masalah secara deskriptif, misalnya: tergantung, kekurangan
informasi, konflik internal atau konflik dalam diri sendiri, kecemasan dalam
membuat pilihan, tidak ada masalah (Bordin).
· Menemukan sebab-sebab. Dalam hal ini
biasanya mencari hubungan antara masa lalu – masa kini – masa depan, karena
dengan ini dapat diperoleh kejelasan. Dalama proses ini sering konselor
menggunakan intuisinya yang kemudian dicek dengan logikanya.
4.
prognosis
Pada
langkah ini konselor memprediksi tentang kemungkinan keberhasilan klien dari
proses konseling, artinya memprediksi tentang hasil yang dapat dicapai oleh
klien dari kegiatan-kegiatannya selama konseling, serta merumuskan bentuk
bantuan yang sesuai.
5.
perlakuan (treatment)atau konseling
Langkah
ini merupakan langkah usaha menerapkan metode sebab-akibat. Langkah ini
merupakan inti dari pelaksanaan konseling. Usaha-usaha pada langkah ini, yakni:
·
Menciptakan
atau meningkatkan hubungan baik antara konselor dengan klien
·
Menafsirkan
data yang telah ada dan mengkomunikasikannya kepada klien
·
Memberikan
saran atau ide kepada klien, atau merencanakan kegiatan yang dilakukan bersama
klien
·
Membantu
klien dalam melaksanakan rencana kegiatan
·
Jika
perlu, menunjukkan kepada konselor atau ahli lain untuk memperoleh diagnosis
atau koneling dalam masalah yang lain.
6.
tindak lanjut
(follow-up)
Langkah
ini merupakan langkah untuk menentukan apakah usaha konseling dilakukan itu
efektif atau tidak. Usaha-usaha koneling yang dapat dilakukan pada langkah ini,
adalah berusaha mengetahui:
1.
Apakah
klien telah melaksanakan rencana-rencana yang telah dirumuskan atau belum
2.
Bagaimana
keberhasilan pelaksanaan rencana-rencana itu
3.
Perubahan-perubahan
apa yang perlu dibuat jika ternyata belum atau tidak berhasil
4.
Melakukan
rujukan (referral) jika
perlu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar